Jumat, 02 Desember 2011

Hanya Angan yang Tersisa

Hidup…. Kadang aku  berpikir, hidup itu seperti secangkir teh. Akan menjadi manis jika diberi gula. Dan akan terasa hambar bila dibiarkan begitu saja. Seperti halnya hidup. Akan terasa lebih manis jika diisi kenangan-kenangan indah. Tapi akan jadi kosong jika dibiarkan mengalir begitu saja. Aku setuju iklan-iklan di TV, hidup itu cuma sebentar.


Kadang aku heran, kenapa banyak orang yang tidak menghargai hidupnya sendiri. Padahal, banyak orang yang rela menderita dan melakukan apa saja untuk bisa terus hidup. Seperti halnya aku….
Kenalkan, namaku Lani. Seorang anak perempuan kecil yang tak berdaya. Hidupku hanyalah berbaring di ranjang rumah sakit. Sambil kadang menatap kebun bunga dari jendela. Selalu terbayang dalam hatiku, berlari-lari di antara bunga-bunga mekar yang indah. Tapi, apa daya… Aku tak punya kaki.
Semua berawal saat aku sedang berlibur di rumah kakek. Aku masih terlalu kecil untuk mengerti saat itu. Aku tidak mengerti kenapa langit itu biru. Aku tidak mengerti kenapa laut selalu berombak. Aku tidak mengerti kenapa kupu-kupu bisa terbang dan aku tidak. Pikiranku dipenuhi pertanyaan-pertanyaan ala fantasi anak-anak.
Aku makin penasaran. Hingga suatu hari aku sedang duduk-duduk di teras rumah kakek sambil memandang awan. Tiba-tiba seekor kupu-kupu terbang melintas di depanku. Indah sekali sayapnya. Aku tertarik memiliki kupu-kupu itu. Aku bangkit dari duduk dan mulai mengejar kupu-kupu itu. Mataku terus mengikuti kupu-kupu itu seraya terus mengejarnya. Aku sama sekali tidak meperhatikan lingkungan sekitarku. Aku sampai mana, dan aku ada di mana.
Kupu-kupu itu berhenti sejenak. Aku mulai melihat sekelilingku. Kanan, pohon. Kiri, pohon. Belakang, hutan. Bawah, jurang! Aku  belum tahu bahayanya jurang. Kupu-kupu itu terbang menuju seberang jurang seolah menantangku menangkapnya. Aku pikir, jika kupu-kupu bisa terbang, aku pun pasti bisa. Aku merentangkan kedua lenganku sebagai sayap. Kukepak-kepakan pelan-pelan, kutekuk lututku, kemudian aku mengambil ancang-ancang, dan lompat!
Aku terus mencoba terbang, tapi aku tetap tak bisa. Aku jatuh, hal yang pertama kkupikirkan adalah menatap langit. Warnanya tetap biru, tak berubah selalu biru. Kenapa? Aku berpikir kenapa langitnya biru? Aku lupa kalau aku sedang jatuh dari atas jurang yang sangat tinggi. Sampai akhirnya, aku memutuskan pertanyaan di pikiranku, suatu saat aku akan mengecat langit, agar tidak selalu biru lagi. Aku tersenyum. Aku lega.
Aku melihat ke bawah, laut! Aku ingat aku sedang jatuh. Tapi aku santai. Aku pasti jatuh di atas laut. Kata kakek, kita tidak perlu takut pada ombak. Ombak itu teman. Dan obak ada di laut. Jadi laut juga teman.
Aku hampir sampai ke atas laut, dan “BYURRR…!!” Aku jatuh ke laut. Aku senang. Aku selamat dan tak luka sedikit pun. Aku mencoba merangkak ke tepian pantai, karena aku jatuh di bagian laut yang dekat pantai, dangkal. Tapi tiba-tiba ombak datang, seolah menarikku. Aku tidak bisa berenang, tapi aku berusaha melepaskan diri sebisaku. Aku tersangkut di antara batu karang, Aku mencoba lepas, badanku bisa. Tapi kakiku tidak. Aku menarik-narik kakiku. Tapi karangnya sangat kuat. Aku menarik, terus sekuat tenaga… Aku, lepas. Darah… Lautnya penuh darah. Kakiku di karang itu. Badanku tidak. Kakiku berdarah, lepas, benar-benar lepas. Ombaknya surut. Aku berhasil sampai di tepi. Kakiku rasanya sa….kit sekali!
“Lani!” Teriak seseorang. Aku menoleh.
“Kakek!!!” Aku senang melihat kakek. Kakek keget melihatku. Tanpa Kaki.
“Kam…kamu..!” Kakek terlihat takut melihat darah bercucuran dan kakiku yang hilang. Dia segera memanggil seorang yang lewat situ dan membawaku ke rumah sakit.
Dokter dan para suster membersihkan darah di kekiku. Aku diberi sesuatu berwarna coklat dan kakiku diperban. Aku belum mengerti, kenapa aku tidak pulang. Kata kakek, aku harus tinggal di rumah sakit sampai kakiku sembuh. Aku pikir tinggal di rumah sakit itu seperti liburan. Tampatnya enak, bersih, kasurnya empuk, makanannya lezat dan orangnya baik-baik. Aku senang disuruh tinggal di sini. Awalnya…
Kian hari aku bosan, orang yang lewat hanya itu itu saja. Aku tidak boleh pergi dari tempat tidur, padahal aku ingin jalan-jalan dan mengejar kupu-kupu lagi. Makanannya juga makin hari makin tidak enak. Karena keseringan di kasur aku jenuh. Aku ingin pulang. Setidaknya aku ingin pergi dari sini. Aku meminta pada kakek. Kalau aku bosan dan ingin pulang.
Kakek terlihat sedih dan pucat. Aku tidak mengerti. Baru pertama kali aku melihatnya seperti itu. Biasanya kakek selalu tersenyum dan membuat aku tertawa.
“Lani, akhirnya kamu harus tahu. Kakek berat mengatakan ini padamu. Luka di kakimu permanen. Dan kamu… kamu tidak punya kaki lagi.” Kakek mengatakannya dengan pelan dan nadanya memilukan.
Aku tidak punya kaki! Kaki kan untuk jalan, untuk lari, untuk main. Berarti, aku tidak akan pernah bisajalan-jalan lagi di pantai, aku tidak bisa lagi lari-lari di taman, aku tidak bisa lagi main kejar-kejaran sama kupu-kupu. Aku menangis… Sekencang-kencangnya! Aku mau kakiku… Aku pasti bukan apa-apa tanpa kakiku. Aku terus menangis. Sampai aku terhenti karena berpikir. Bararti aku tidak bisa pulang!
Yah… Sebenarnya aku tak perlu pulang ke rumahku. Ibuku tak menginginkanku, ayahku meninggalkanku. Itulah mengapa aku selalu di rumah kakek. Aku ingin pulang. Jika ingin pulang, artinya pulang ke rumah kakek. Tak apalah… Yang penting pergi dari sini.
“Berarti, aku tidak bisa pulang?” Tanyaku pada kakek sambil masih tersedu-sedu.
“Ya, kamu akan selalu di sini. Sebaiknya kamu mulai membetahkan diri di sini. Karena kamar ini akan menjadi rumahmu.” Kata kakek. Aku menangis lagi. Aku tidak mau…tidak mau!!!!
Di sinilah aku sekarang, merenung di kamar memikirkan hidup. Sekarang aku mengerti, langit akan selalu biru tak akan berubah. Seperti waktu tak akan pernah kembali. Seandainya, aku tak pernah mengejar kupu-kupu itu…
Hidup… Tak akan ada habisnya bila dibicarakan. Apapun arti hidup, pasti menyangkut jiwa dan raga. Jiwaku hancur, ragaku rusak. Hidupku hambar. Kenangan indah tak pernah kualami lagi. Yang tersisa hanyalah angan-angan…

~end!~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar