Rabu, 10 Juli 2013

Malin Kondang

ini dramaku sama VIPS kemaren buat tugas seni budaya lol. ada videonya.. tapi di temenku. dia janjiin meh upload ke youtube tapi belom juga sampe sekarang -,- ya besok kalo aku udah dapet videonya tak taroh sini juga :D

eh btw aku yang bikin naskahnya ini, idenya dari bareng-bareng (y)


Di sebuah kampung kecil di daerah terpencil di pinggir laut, tinggal seorang anak bernama Malin. Malin hanya tinggal bersama ibunya, karena ayahnya telah tiada. Sehari-hari, mereka berdua hidup dari berjualan tahu gejrot.
Suatu hari, Malin merasa dirinya sudah cukup dewasa untuk pergi merantau. Dia ingin mencari nasib yang lebih baik dan memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya.
Ivo       : Anakku, kamu sungguh-sungguh mau pergi?
Vera    : Iya Bu, kalau tidak hidup kita akan terus melarat seperti ini!
Ivo       : Tapi…
Vera    :   (do!) Doakan ku harus pergi
                    (re!) Relakan aku di sini
                    (mi!) Misalnya aku kan pulang
                    (fa!) Pastikan kau tetap menunggu
                    (sol!) Soal uang akan kucari
                    (la!) Lama cepat lihat nanti
                    (si!) Siapa yang tahu pasti
                    (do!) Doakan aku di sini
Ivo       : Baiklah, anakku jika tekadmu sudah bulat. Berhati-hatilah! (ngusap” mata kyk nangis)
Vera    : Yah… ibu jangan nangis!
Ivo       : Hah? Nggak kok, ini kelilipan. Kamu kok masih di sini?
Vera    : Oh, oke. Yaudah, aku pergi ya bu! (salim)

Maka dimulailah perjalanan Malin. Tanpa kenal lelah, dia naik turun gunung, menyebrangi samudra, melewati padang gurun, menembus hutan lebat, melompati lubang buaya,

Suatu hari, ketika Malin hendak menyebrangi sebuah sungai yang lebar, dia melihat ada sesuatu yang hanyut di sungai itu.
Vera    : (ngambil ‘sesuatu’ itu) Apaan nih? (ngejereng) oalah, baju… Baju siapa coba? (celingak-celinguk) Jangan-jangan punya orang di rumah itu.

@rumah
Vera       : (ndodok pintu)
Syaman  : (keluar) siapa ya?
Vera       : ini, tadi aku nemuin ini hanyut di sungai. Punya mbak bukan?
Syaman  : Aaaa… iyaaaa ini baju akuuu… Pasti tadi jatuh waktu aku jemur. Wah, makasih banyak ya… Makasih banget… Bentar, bentar (ngambil kotak)
Nih, sebagai hadiah karena udah nemuin dan ngembaliin bajuku. Kamu pilih kotak yang gede ato yang kecil?
Vera       : Ya ampun, Cuma kayak gitu doang, nggak usah pakai dikasih hadiah segala lah…
Syaman  : Perlu! Gini, aku tuh Cuma punya dua baju. Yang lagi aku pakai sekarang, sama yang kamu temuin ini. Aku pakainya gantian, kalo yang satu lagi dicuci ya aku pakai yang satunya. Nah, coba kalo yang ini ilang, bajuku tinggal satu dong… Makanya aku berterima kasih banget. Nih, sekarang pilih aja!
Vera       : Ohh… okeoke… mm…
Syaman  : Besar atau kecil, pilih ini atau ini mau yang mana
                    Besar atau kecil, pilih ini atau ini yang engkau suka
Vera       : Ini atau itu, kupilih yang mana
                    Aku pusing untuk memilihnya
                    Besar atau kecil, ku tak tau mau yang mana
                    Besar atau kecil, isinya bagus yang mana
Syaman  : Bagus semua kok… tenang aja
Vera       : Oke… mm… aku pilih yang besar aja deh
Syaman  : Yakin?
Vera       : Yakin
Syaman  : Oke, nih.
Vera       : Makasih! Aku buka ya… (buka kotak) Wow high heels! Keren banget… tapi kok Cuma satu?
Syaman  : Hehe… sebenernya itu aku nemu… ceritanya gini…

->>> flashback <<<-
Syaman  : Aku tuh kerja serabutan. Beberapa hari yang lalu, aku jadi cleaning service di istana. Waktu itu lagi diadain pesta ulang tahunnya pangeran. Terus, waktu aku lagi nyapu tangga…
Paul        : (lari turun tangga, sepatunya jatuh)
Syaman  : (lagi nyapu, nemuin sepatu, clingak-clinguk, dibawa pergi)
Ivo          : (as pangeran) Tunggu Cinderella! (clingak-clinguk, garuk kepala)
->>>flashback:end<<<-

Syaman  : gitu ceritanya…
Vera       : Oh ya ampun, berarti ini sepatunya Cinderella dong? Apa nggak jadinya pangeran nggak bisa nemuin Cinderella?
Syaman  : Ya ketemu lahh… kan tinggal cari aja nama sama alamatnya di daftar tamu. Repot amat.
Vera       : Okee… terus buat apa coba sepatu satu doang gini?
Syaman  : Eh… jangan diremehin. Itu kan sepatu ada permata-permatanya tuh, nah laku mahal tuh. Kamu perantau kan? Ntar itu permata-permatanya bisa kamu jual di pasar. Nggak jauh dari sini kok, kira-kira sepuluh kilometer-an lah.
Vera       : Iya juga sih. Yaudah, makasih banyak ya! Aku pamit dulu…
Syaman  : Wokeh, titi dj ya!

Malin pun melanjutkan perjalanan menuju pasar, untuk menjual permata yang ada di sepatu itu.
@pasar
Vera    : (celingak-celinguk) mana ya ada toko jual beli permata? (sampai di depan papan pengumuman, baca)
Vera    : Wow! Aku harus ikutan!
Kemudian, Malin pergi ke istana.

@Istana
Paul     : (mondar-mandir)
             Di mana… di mana… di mana…
                 High heels sekarang di mana…
                 High heels dari Paris, Limited edition
                 Gila aja kalo nggak ketemu
Vera         : (dodok-dodok pintu)
Paul          : masuk!
Vera         : (masuk) Permisi… Ini, saya mau ikut sayembara…
Paul          : Sudah 6.931 orang yang datang ikut sayembara dari kemarin, tapi belum ada yang bawa sepatuku yang asli. (nada putus asa)
Vera         : Tenang aja Yang Mulia, saya yakin ini sepatu Yang Mulia yang asli (buka kotak)
Paul          : AAAA!!! Iyaaa!! Itu sepatuku! Aaa… sepatuku.... Kamu nemu ini di mana?
Vera         : Ceritanya gini,
Paul          : Ah! Udah nggak penting deh! Yang penting ketemu… makasih ya! Kamu pemenang sayembaranya!
                 Kemudian, Malin mendapat semua hadiah sayembaranya. Sebagai pemenang sayembara, Malin muncul di berbagai media massa, mulai dari Koran, majalah, tabloid, TV, radio, dan sebagainya.
                 Berkat ketenarannya, sebuah rumah produksi menawari Malin menjadi pemain sinetron. Tapi Malin harus berganti nama, karena nama ‘Malin’ dianggap ndeso. Sehingga kini Malin menjadi artis terkenal dengan nama ‘Vera’.

@Kampung Malin
Sementara itu di kampung…
Sebuah kapal dagang asing besar tanpa sengaja mendarat di kampung Malin. Tanpa sengaja juga, pemimpin kapal dagang yang lapar melihat warung tahu gejrot milik ibu Malin.
Syaman    : (as pedagang) Permisi, apakah ini tempat yang jual makanan?
Ivo           : Benar, di sini jual tahu gejrot.
Syaman    : Tahu gejrot? Makanan apa itu? Saya baru pertama kali mendengarnya
Ivo           : Makanan enak deh pokoknya. Ini, silakan dicoba dulu.
Syaman    : (makan) WOW! Ini makanan terenak yang pernah saya makan! Dunia harus merasakannya!
Pedagang itu membawa serta tahu gejrot yang sudah diberi pengawet buatan ibu Malin pada perjalanan pulang dan memperkenalkannya pada teman-temannya yang juga pedagang internasional. Maka, tahu gejrot ibu Malin pun Go Internasional.
Warung tahu gejrot Ibu Malin menjadi terkenal di mancanegara. Banyak orang asing datang hanya untuk mencoba tahu gejrot Ibu Malin. Sehingga Ibu Malin sekarang menjadi sukses dan kaya raya.

Sementara itu… karir Malin atau Vera sebagai artis baru sedang naik daun. Seorang sutradara menawari Malin untuk membintangi sebuah film layar lebar. Kebetulan, pembuatan film itu akan dilaksanakan di kampung halaman Malin. Jadilah, Malin pulang kampung.

@kampung (di tengah jalan)
(Vera dan Ivo tabrakan di jalan)
Vera    : Eh, kayak pernah kenal deh…
Ivo       : Iya, kayak pernah lihat…
Vera    : Aduh, kalo aku sih udah pasti ibu pernah lihat lah… Secara aku kan artis terkenal gitu lhoh. Tapi beneran deh, wajah ibu nggak asing. Ibu, ibu saya bukan ya?
Ivo       : Bukan lah… Anak saya itu Cuma satu, lagi merantau, belum pulang. Lhah kamu merasa kamu anak saya?
Vera    : Kalo dipikir-pikir nggak mungkin sih, ibu itu ibu aku, soalnya ibu aku kan miskin, nggak punya baju bagus, pegang make up aja belum pernah…
Ivo       : Ya udah, bye!
Vera    : Oke, bye!
(Vera dan Ivo mematung, Syaman n Paul keluar)

Syaman  : Akankahhh Malin dan Ibunya saling mengenali lagi?
Paul        : Akankahhh takdir mempersatukan mereka kembali?
Syaman + Paul : Jangan lupa saksikan di episode selanjutnya!

 (lagu penutup)